Tuesday, May 17, 2011

Double Act


Oleh Jacqueline Wilson

Double Act , dikenal juga dengan 'Si Kembar Berulah' adalah buku anak yang direkomendasikan untuk usia 9-11 tahun. Diterbitkan pertama kali di Inggris tahun 1995 dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tahun 2009.

"NO-ONE. NO-ONE AT ALL. ESPECIALLY NOT STUPID FRIZZY DIZZY ROSE"
Ruby dan garnet adalah kembar identik berusia sepuluh tahun. Mereka melakukan APA-APA bersama-sama - pakaian sama, menggangu guru dan teman bersama, kabur ke London untuk ikit audisi bersama - apalagi setelah ibu mereka meninggalk tiga tahun yang lalu. 
Sampai suatu hari mereka menemukan buku tebal bersampul kulit dan satu kata dicetak dengan tinta emas : ACCOUNTS.  Semua yang mereka lakukan dan rasakan, mereka tulis  dalam buku ini. Bergantian mereka menulisnya. Ada tulisan Ruby, yang bandel, nekat, dan percaya diri. Ada tulisan kembarannya, Garnet, yang lembut, pengalah, penolong, tidak percaya diri.
Dari catatan ini kita akan tahu, bahwa tak semuanya yang mereka lakukan, benar-bennar ingin mereka lakukan bersama-sama. Kadang kebersamaan mereka malah menimbulkan masalah.

Yak, saya termasuk penggemar buku anak. Selingan setelah membaca novel-novel berat, biar tidak bosan. Bahasanya yang sederhana, sesederhana kisah yang membuat saya ingat kembali masa-masa kecil dulu. Sedikitnya saya lebbih mirip Ruby daripada Garnet. Hahahah... 

Buku yang menarik, dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi apik oleh Nnick Sharatt (menggambar Ruby) dan Sue Heap (menggambar Garnet). Ngomong-ngomong, yang menggambar tokoh lain siapa ya? :p

Buku ini telah difilmkan pada tahun 2002 dengan judul yang sam 'Double Act'. Dipernakan oleh si kembar Zoe dan Chloe Tempest-Jones. 

Bisa dilihat koleksi buku Jacqueline Wilson lainnya di :

Selamat membaca :)

Saturday, May 14, 2011

24 Wajah Billy


Oleh Daniel Keyes, diterjemahkan dari The Minds of Billy Milligan


Kisah nyata tentang seorang laki-laki dengan 24 kepribadian dalam dirinya, William Stanley Milligan. Diceritakan bagaimana ia menghadapi pengadilan, korban, dan masyarakat atas kejahatan yang diperbuat sekaligus 'tidak diperbuat' olehnya. 

Billy Milligan dengan 24 kepribadian majemuknya sangat menarik untuk disimak dan diteliti. Beberapa kepribadian memiliki kecerdasan yang luar biasa. Terbukti dari banyaknya hal-hal yang ia kuasai termasuk beberapa bahasa asing. Secara fisik  Billy tergolong sehat dan atletis. Regan, salah satu dari kepribadiannya ini yang membentuk tubuh Billy dengan latihan fisik untuk perlindungan diri. Yang paling menonjol adalah kemampuan melukis Billy, yang tak hanya satu kepribadian saja yang memilikinya. Pun, masing-masing kepribadian memiliki ciri dan keahlian tersendiri dalam melukis. Allen, melukis potret wajah. Tommy, melukis pemandangan alam. Danny, melukis objek / benda tak bergerak. 

Penulis mengemas kisah ini dengan apik, menarik, dan mengalir. Membuat saya bertanya-tanya bagaimana nasib Billy selanjutnya hingga menyelesaikan buku ini tanpa rasa bosan.  Apalagi, saya pribadi, tertarik dengan tema kepribadian majemuk seperti kisah Billy. Sangat disayangkan, ending buku ini bukanlah ending cerita Billy. Kabar terakhir, tahun 1988 Billy keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal di California, menirikan Stormy Life Production dan membuat beberapa film. Sampai sekarang dia mengaku masih menderita kepribadian majemuk.



Deception Point


Oleh Dan Brown

Tak satu pun seperti terlihat  - di balik setiap sudut terdapat kejutan yang menegangkan.

Ketika satelit baru NASA menemukan bukti dari sebuah objek amat langka yang terkubur jauh di dalam lapisan es Arktika, lembaga antariksa yang sedang terlilit kesulitan mengumumkan sebuah kemenangan yang amat mereka butuhkan ... kemenangan yang memberikan dampak yang begitu besar bagi kebijakan ruang angkasa Amerika Serikat dan pemilihan presiden yang akan datang. Untuk memverifikasi kebenaran penemuan tersebut, Presiden mengirim analis intelijen Gedung Putih, Rachel Sexton, ke dataran es itu. Ditemani sekelompok pakar, termasuk akademisi karismatis Michael Tolland, Rachel membongkar penipuan ilmiah yang tak terbayangkan - sebuah muslihat erani yang dapat mendorong dunia ke dalam pertikaian.
Tetapi sebelum Rachel dapat menghubungi Presiden, dia dan Michael diserang oleh sekelompok pembunuh mematikan yang dikendalikan oleh seorang tokoh penguasa misterius yang akan melakukan apa saja demi menyembunyikan kebenaran. Keduanya berupaya menyelamatkan diri dengan melarikan diri dari lingkungan yang begitu terpencil dan berbahaya itu. Satu-satunya harapan bagi kelangsungan hidup mereka adalah menemukan tokoh di balik penipuan yang amat berani itu. Kebenaran yang sesungguhnya, seperti yang mereka temukan kemudian, adalah muslihat yang paling menggemparkan dari apa pun juga.

Yakkk, begitu kira-kira jalan ceritanya. Saya membaca buku ini beberapa tahun yang lalu. Setahun setelah membelinya.  Heeheh... 

Seperti thriller - thriller karya Dan Brown sebelumnya, mengalir dengan perubahan alur yang enak diikuti, menengangkan, namun kurang kejutan. Masih dengan konflik yang begitu-begitu saja. Yang membuat saya tercengang adalah muslihatnya. Bagaimana membuat itu? Benarkah bisa dilakukan? Mengesankan. Bisa-bisanya.... Membuat saya tersenyum geleng-geleng. 

Kalau dibandingkan dengan Digital Fortress, buku ini telah mengalami kemajuan di sisi menghadirkan lebih ketegangan. Namun bagi saya, cerita yang terbaik dari Dan Brown adalah Angels and Demons. 

Ngomong-ngomong,  sampai sekarang saya belum menyelesaikan Da Vinci Code. Melihat filmnya sebelum membaca novelnya, benar-benar merusak mood saya membaca :p

Thursday, April 28, 2011

The Testament


Oleh John Grisham 


The Testament, atau Surat Wasiat ini ditulis John Grisham pada tahun 1999. Menceritakan tentang seorang miliader yang sukses, eksentrik, suka menyendiri, dan dianggap gila oleh orang-orang disekelilingnya, dan dibenci terutama oleh keluarganya - istri istri dan anak anaknya.

Troy Phelan, bunuh diri dengan cara terjun dari lantai empat belas gedung perkantorannya, yang seklaigus dijadikan tempat tinggal yang mewah, meninggalkan warisan 11 miliar dollar.  Ketiga istri dan enam anaknya yang sudah lama terhimpit hutang dan menginginkan kehidupan mewah, terkejut sekaligus gembira mendengar kematiannya. Namun isi surat wasiatnya mengejutkan. Seluruh harta warisannya jatuh ke tangan seorang ahli waris yan tak dikenal, anak di luar nikah yang tak diketahui keberadaannya.

Stafford, pengacara Troy Phelan, menugaskan Nate O'Riley - pengacara yang baru saja keluar dari rehabilitasi kecanduan minuman keras dan obat terlarang - untuk mencari si ahli waris. Tugas ini membawanya menuju hutan belantara Brasil. Melewati sungai-sungai ganas dengan berbagai binatang liar, juga penduduk pedalaman yang primitif.

Lagi-lagi novel yang tidak terlalu banyak adegan menegangkan, tidak banyak misteri, semua tersaji dengan runtut dan jelas. Dan lagi-lagi saya membacanya dengan nikmat hingga akhir. Mungkin memang jenis novel seperti ini yang saya suka :)

Sentuhan akhir novel inilah yang mengejutkan. Kesannya mengakhiri dengan tiba-tiba, dan tak terduga !! Itu intinya. Memang sih, membuat saya sedikit kecewa. Inginnya, akhir yang lebih 'wah'. Pun, secara keseluruhan, bagus.

Setelah 10 tahun sejak novel ini terbit, dengan bujukan dari sini dan situ, akhirnya penulis setuju memfilmkannya. Saya belum menemukan situs filmnya. Sudah rampung atau belum pembuatannya pun - sudah saya cari - tidak ketemu.

Kalau ada yang tahu, kabar-kabar yaaah.... :)

OMERTA


Oleh Mario Puzo 


Kematian Don Raymonde Aprile, seorang pemimpin mafia yang baru saja pensiun, berbuntut panjang. Ia dibunuh dan tak seorang pun mau membuka suara. Serentetan kejadian pun terjadi kemudian. Penculikan anak keduanya yang merupakan pemilik house production hingga penembakan keponakannya, Astorre Viola, yang sebelumnya diketahui hanya sebagai pengusaha makaroni biasa. 

Kematian Don Raymonde Aprile, menimbulkan banyak tanya. Apa tujuan siapapun itu membunuh sang Don yang hampir beberapa tahun terakhir hidup bersih ? Sang Don yang tak lagi mempunyai kedudukan penting dalam gelapnya dunia Mafia. Sekaligus kematian Sang Don menguak misteri jati diri pewaris tahta Sisilia, seorang Don sejati.

Cerita yang disajikan cenderung beralur datar, walaupun banyak misteri di awal cerita, namun berkesan tidak banyak konflik yang menegangkan. Tetapi cara bercerita yang mengalir, membuat saya terus membaca sampai akhir. Menarik. Saya diajak mendalami dunia mafia, solidnya suatu 'keluarga' yang telah terbentuk, saling mendukung dan melindungi. Juga arti kesetiaan, pengampunan, pengasihan dan hukuman yang keras untuk pengkhianatan.


Cara Astorre menangani berbagai masalah yang ada, membuat saya kagum. Begitu rapi, terencana, hati-hati. Sangat hati-hati. Benar-benar bakat dan didikan yang luar biasa. Dia, tokoh favorite saya.

Bagian yang saya sukai, kisah cintanya. Logis, tidak mewek, dan... benar-benar cinta yang berotak. Tidak seperti kebanyakan novel-novel lain yang saya baca. Pilihan Astorre pada si 'gadis' benar-benar menunjukkan cara memilih seorang Don. *menurut saya lho... hahahahah...

Begini yang tertulis di cover belakang :
Omerta, hukum tutup mulut Sisilia yang telah berabad-abad menjadi dasar ukuran kehormatan kalangan mafia.
Omerta, yang lahir di perbukitan Sisilia, telah membawa kaum Mafia melewati abad yang penuh perubahan. Namun kini, pada akhir abad, hukum tersebut telah menjadi sisa-sisa peninggalan masa yang telah lalu. Kehormatan bisa tetap membisu.... namun uanglah yang berbicara. 
New York - seorang pemimpin Mafia dibunuh dan tak seorang pun mau membuka suara. Keponakannya dan kepala FBI di kota itu sama-sama melakuakn penyelidikan atas pembunuhan tersebut. Namun kebisuan yang muncul telah menyebar bagaikan virus. Kebisuan geng-geng yang saling bersaing; kebisuan para bankir licik; bahkan kebisuan kalangan pengadilan. Namun dunia ini adalah dunia tanpa integritas dan penuh keserakahan. Dan ketika uang mulai bicara...

Entah saya, atau memang begitu. Ulasannya hampir sama sekali tidak menceritakan inti dari novel ini.... 

Nah, semoga review yang saya tulis sedikitnya bisa menambah apa yang ingin diketahui sebelum membaca :)

Tuesday, April 5, 2011

The Devil's DNA




Oleh Peter Blauner, diterjemahkan dari Slipping Into Darkness.

Sinopsis :
1983 : Allison Wallis, seorang dokter muda, ditemukan tewas mengenaskan di dalam apartemennya di Manhattan. Detektif Francis X. Loughlin menangani kasus ini. Ini adalah kasus besar pertamanya. Kecurigaan tertuju pada Julian "Hoolian" Vega, anak pengawas gedung apartemen Allison. Hoolian adalah seorang pelajar sekolah Katolik, penggemar fiksi-ilmiah berusia tujuh belas tahun. Francis berhasil menyeret Hoolian ke penjara. Kasus pun ditutup.
2003 : Francis menjelang masa pensiunnya dan terancam mengalami kebutaan. Di penghujung kariernya itu, ia kembali menangani kasus besar. Lagi-lagi pembunuhan seorang dokter wanita muda. Korban kali ini pun memiliki kemiripan fisik dengan Allison Wallis. Kebetulan, Hoolian saat itu telah bebas dan bekerja di daerah TKP. Awalnya ini seperti kasus mudah, sampai diketahui fakta bahwa DNA pembunuh yang ditemukan di bawah kuku korban adalah DNA Allison Wallis-korban pembunuhan 20 tahun lalu!Detektif Francis X. Laughlin berusaha menuntaskan kasus ini untuk selamanya. Sebelum ia mengalami kebutaan, sebelum sang pembunuh beraksi kembali...
Saya tidak jatuh cinta membaca bab awal dari buku ini. Njlimet karena banyak tokoh langsung bermunculan - atau memang saya tidak konsen membacanya :p Apalah, yang jelas, saya meneruskan membaca karena merasa penasaran siapa pembunuhnya. Bahasa yang digunakan tidak terlalu menimbulkan rasa ingin tahu. Hehehee... Bertambahlah rasa menyelesaikan buku ini karena 'kewajiban'.

Nasib Hoolian yang sebenarnya 'mengenaskan' pun kurang tampak. Terjemahannya kah ? Apa memang begitu dari sananya ???  

Penyelidikan yang dilakukan juga berkesan datar-datar saja. Tidak ada tantangan. Tidak ada bagian seru yang menengangkan. 

Sampai pada didapatkannya hasil tes DNA, baru saya mulai penasaran. Siapa? Siapa? Siapa? Mula-mula saya kira si itu,  atau si ini  yang ternyata begitu. Ternyata tidak semua. Aaaaaaaaaaaaaaaargh !!!  Ok lah. Cerdas. Membelokkan dengan tiba-tiba. Tapi saya benciiiiiiii. Hiks. 

Kenapa tidak tertebak? Apa saya yang tidak bisa menebak??? Atau memang tidak ada clue sama sekali sebelumnya??? Atau saya menjelma jadi sangat-sangat bego ??? 

Dan yang lebih menyebalkannya lagi, cara pengungkapan siapa pelakunya. Begitu datar. Datar. Dataaaaaaaaaaarrrr....... (-_________________-). 

Dan saya jadi tidak tahu harus bagaimana menilai buku ini. Untuk segala kedatarannya, 2 dari 5. Tapi untuk ketidaktertebakkannya, saya beri 4 dari 5. Kenapa bukan 5 dari 5 ?? Karena saya belum mencari tahu kebenaran kenapa si kromosom Y itu bisa jadi X !!!

Iseng, saya browsing  tentang Peter Blauner. Then, saya dapatkan situs ini : 

Ada beberapa buku lainnya yang ingin saya baca. Dan saya harap kali ini saya bisa menebak siapa pelakunya. *penasaraaaannn

Oiya,  ini edisi english-nya :


1983: 

In one of the signal crimes that help define an era, a young doctor named Allison Wallis is found bludgeoned to death in her apartment on the Upper East Side of Manhattan. A raw-knuckled, hard-charging detective named Francis X. Loughlin catches the case. Very quickly, his suspicious eye is drawn to the son of the building's superintendent, a seemingly meek, science-fiction loving Catholic school boy named Julian "Hoolian" Vega. Evidence is collected, the boy is interrogated, and after some agonizing Francis decides he has his man. Case closed. Or so it appears.



2003: 

Francis is nearing retirement, and trying to keep the other guys on the Job from finding out that he's going blind. But he makes one last stab at glory when he catches a familiar-sounding case in his old neighborhood. Again, the scene is an old apartment house and the victim is a young female doctor—with more than a passing resemblance to the late Allison Wallis. So when Francis finds out his old adversary Hoolian Vega, just out of prison on a technicality, has been working in the area, all the pieces come together. This time, it's going to be easy. There's infallible DNA technology, that can prove beyond a shadow of a doubt that the skin cells under both victims' fingernails belong to Hoolian. 

Only one problem. 
The lab tests reveal that neither of the samples are Hoolian's. In fact, they don't even come from a male. Instead, they reveal something far more disturbing and inexplicable. The DNA found under the fingernails of the 2003 victim, who'd fought back hard against her attacker, belongs to Allison Wallis, a woman who's been dead for twenty years. 
And now Francis and Hoolian have to reckon with the damaging fall-out from these cases—and ultimately, confront each other to force the truth to come out. 

Selamat membaca.....
 ~ dan selamat misuh-misuh di akhir. :p

Saturday, April 2, 2011

Flowers for Algernon


Oleh Daniel Keyes, penulis bestseller The Minds of Billy Milligan

Flowers of Algernon atau Charlie Si Jenius Dungu, adalah catatan harian seorang terbelakang, Charlie, seorang penyapu lantai yang terlahir dengan IQ 68 dan selalu jadi bahan  olok-olok teman-temannya, hingga  suatu saat eksperimen yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan manusia mengubahnya menjadi seorang jenius. Tapi kemudian, Algernon, seekor tikus yang sebelumnya sukses melalui eksperimen yang sama, mengalami kemunduran kecerdasan secara drastis dan akhirnya mati. --> Ok. Ini yang tertulis di sampul belakang buku. Hehehhe ...

Tipe penulisan buku berbentuk diary seperti ini, bukan tipe yang terlalu saya suka. Tapi buku ini bisa dibilang lumayan. 3 dari 5. Dengan awal yang masih membuat saya senyum-senyum, tengah menguap, makin lama makin lebar, dan untungnya, diselamatkan dengan akhir yang menyentuh dan indah. Menaikkan nilai menjadi 4 dari 5. Tidak jadi kecewa :)

Dengan bentuk diary, perubahan Charlie yang polos, lugu, dan bego menjadi cerdas, berprasangka, dan emosional, tidak sabaran terlihat jelas. Malahan, saya yang awal membaca dengan suasana tenang dan datar, jadi gusar dengan perubahan karakter Charlie yang instan, secara tidak sadar ikut menjadi aku dalam buku (ikit dungu, ingin tahu, kemrungsung, tidak sabaran, dan sentimentil di akhir - halah).

............ ( ternyata me-review buku itu susaaaaaaah ~ hiks !! )

Dan intinya ! Beginilah plot perasaan saya ketika membaca buku ini :
Melihat, belum membaca : "Loh? Kok bentuknya diary ??" *kecewa
Sekian lembar pertama : "Ewhm, boleh juga." *mulai antusias
Lembar-lembar ditengah : "Ughh... Ni buku kapan selesenya yah.." *nguap lebar-lebar
Semakin ke belakang : ....mempertimbangkan untuk tidak membeli si Billy Milligan. *nyengir kuda
Ke belakang lagi : "Hiks, sedih amaattt...." *berkaca-kaca
Lembar-lembar penghabisan : "......." *noleh ke sepupu yang kebetulan menginap di kos ~ ke Toga mas yuk mbak, beli Billy :)

Yaaaahh, intinya tidak mengecewakan, lumayan bagus, mengharukan, walau bukan jenis cerita yang akan saya ulang lagi membacanya. Hehehh... 

Buku ini sudah difilimkan, dengan judul yang sama 'Flowers for Algernon' dimainkan oleh Matthew Modine. Belum nonton  sih. Lagi nyari CD-nya :) 


Kalau ada yang punya dan berbaik hati meminjamkaaaaaaaaaaaaan... Hehehehe....

Okelah... Sekian dulu review pertama saya. Terima kasiiiiiiiiiiiiiih....................... :)

Selamat Sore :)

Nah, seperti biasa, dan selalu....
Semoga kali ini tidak lagi terlantar seperti yang sudahsudah :)
*aminaminamin

Blog kali ini rencananya akan banyak diisi ulasan beberapa buku yang telah saya baca. Mumpung sedang semangat-semangatnya. Heheheh...  Sedikit berbagi pendapat saja, sekalian mengisi waktu diantara kerjaan yang bertumpuk tidak jelas ~yang malas diselesaikan :p , dan kabur dari kenyataan dikejar deadline belajar.

Okay, let start from today :)